Tujuan
|
Al-Qur’an
|
Hadits
|
Kaidah Fiqih
|
Tasawwuf
|
Pemeliharaan
Lingkungan
|
Al-A’raf: 55,
al-Baqarah: 205, ar Rum: 41, al-Qashash:77, Saba : 27-28
|
Shahih
Muslim:2618, sunan at-turmudzi: 2799, Sunan Abu Daud: 25
|
||
Pemanfaatan
lingkungan
|
Al-Baqarah:22,
an-Nahl: 11, al-Anbiyaa:30, az-Zumar: 21, Qaf:7-11, al-Hadid :4, Fathir:12,
al-Zalzalah: 2
|
Musnad
Ahmad:22422, shahih Bukhari:4207
|
Dar’u
al-mafasid muqaddamun ala jalbi al-mashalih(Mencegah kerusakan itu harus lebih didahulukan daripada
menarik kemaslahatan)
|
Kisah Hayy Ibn
Yaqdzan, Karya Ibn Tufail
|
Pencegahan
bencana lingkungan
|
Al-Baqarah:11-12,
195,ali imran:190-191
|
Sunan Ibn
Majah :2340, Shahih Muslim:282
|
Keterangan : Doktrin yang tercantum di atas sekedar
sampel, masih banyak dalil- dalil yang memerintahkan menjaga
lingkungan.
Dapat dibayangkan bahwa ketika al-Qur’an diwahyukan kepada
Nabi Muhammad Saw, 14 abad yang silam, Dia sudah berbicara tentang daur ulang
lingkungan yang sehat lewat angin, gumpalan awan, air, hewan, tumbuh-tumbuhan,
proses penyerbukan bunga, buah-buahan yang saling terkait dalam kesatuan
ekosistem.
Mengingat
banyaknya hadis yang berkaitan dengan lingkungan hidup, maka pembahasannya pada
makalah ini akan dibatasi pada beberapa hadis saja sebagai sampel mengenai
pelestarian lingkungan hidup.
1. Kewajiban Memelihara dan Melindungi Hewan
Salah satu hadis
yang menganjurkan berbuat baik dengan memelihara dan melindungi binatang dengan
cara :
(a) memberikan
makanannya, sebagaimana sabda Rasulullah saw ;
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
رَضِي اللَّهم عَنْهم قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ e… وَعَلَى الَّذِي يَرْكَبُ
وَيَشْرَبُ النَّفَقَةُ
Artinya :
Dari Abu Hurairah, berkata: Rasulullah saw bersabda :
….“Orang yang menunggangi dan meminum (susunya) wajib memberinya makanan”. (HR.
Bukhari)
(b) menolongnya,
sebagaimana sabda Rasulullah saw :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
رَضِي اللَّه عَنْهم أَنَّ النَّبِيَّ e قَالَ بَيْنَا رَجُلٌ
بِطَرِيقٍ اشْتَدَّ عَلَيْهِ
الْعَطَشُ فَوَجَدَ
بِئْرًا فَنَزَلَ فِيهَا فَشَرِبَ ثُمَّ خَرَجَ فَإِذَا كَلْبٌ يَلْهَثُ يَأْكُلُ الثَّرَى
مِنَ الْعَطَشِ فَقَالَ الرَّجُلُ لَقَدْ بَلَغَ هَذَا الْكَلْبَ مِنَ الْعَطَشِ مِثْلُ
الَّذِي كَانَ بَلَغَ مِنِّي فَنَزَلَ الْبِئْرَ فَمَلَا خُفَّهُ مَاءً فَسَقَى الْكَلْبَ
فَشَكَرَ اللَّهُ لَهُ فَغَفَرَ لَهُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّه وَإِنَّ لَنَافِي
الْبَهَائِمِ لَأَجْرًا فَقَالَ فِي كُلِّ ذَاتِ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أَجْرٌ
Artinya :
Dari Abu Hurairah, berkata; Rasulullah saw bersabda :
“suatu ketika seorang laki-laki tengah berjalan di suatu jalanan, tiba-tiba
terasa olehnya kehausan yang amat sangat, maka turunlah ia ke dalam suatu sumur
lalu minum. Sesudah itu ia keluar dari sumur tiba-tiba ia melihat seekor anjing
yang dalam keadaan haus pula sedang menjilat tanah, ketika itu orang tersebut
berkata kepada dirinya, demi Allah, anjing initelah menderita seperti apa yang
ia alami. Kemudian ia pun turun ke dalam sumur kemudian mengisikan air ke dalam
sepatunya, sepatu itu digigitnya. Setelah ia naik ke atas, ia pun segera
memberi minum kepada anjing yang tengah dalam kehausan iu. Lantaran demikian,
Tuhan mensyukuri dan mengampuni dosanya. Setelah Nabi saw, menjelaskan hal ini,
para sahabat bertanya: “ya Rasulullah, apakah kami memperoleh pahala dalam
memberikan makanandan minuman kepada hewan-hewan kami ?”. Nabi menjawab :
“tiap-tiap manfaat yang diberikan kepada hewan hidup, Tuhan memberi pahala”.
(HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis di atas memberikan ketegasan betapa Islam sangat
peduli akan keselamatan dan perlindungan hewan. Bahkan disebutkan, bahwa bagi
yang menolong hewan sekaligus memperoleh tiga imbalan, yaitu : (1) Allah
berterima kasih kepadanya; (2) Allah mengampuni dosa-dosanya; dan (3) Allah
memberikan imbalan pahala kepadanya Di samping sebagai Pencipta, Allah adalah
penguasa terhadap seluruh makhluk-Nya, termasuk binatang. Dia lah yang memberi
rezeki, dan Dia mengetahui tempat berdiam dan tempat penyimpanan makanannya,
Allah swt, berfirman dalam QS. Hud (11): 6
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ
فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا
كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ(6)
Terjemahnya :
Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan
Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu
dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh
Mahfuzh).
Secara implisit,
ayat ini menjelaskan bahwa Allah swt, senantiasa memelihara dan melindungi
makhluk-Nya, termasuk binatang dengan cara memberikan makanan dan memotoring
tempat tinggalnya. Manusia sebagai makhluk Allah awt, yang termulia
diperintahkan untuk selalu berbuat baik dan dilarang untuk berbuat kerusakan di
atas bumi, sebagaimana firman-Nya da;a, QS. al-Qashasah (28): 77
وَابْتَغِ فِيمَا
ءَاتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ
كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ
لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ(77)
Terjemahnya :
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu
dari (keni`matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana
Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di
(muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan.
Di lain ayat,
yakni QS. al-A’rāf (7) Allah berfirman :
… وَلَا تُفْسِدُوا فِي
الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
Terjemahnya :
… dan janganlah
kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian
itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman”.
Ayat di atas,
melarang untuk merusak lingkungan, dan justeru sebaliknya yakni ayat tersebut menganjurkan manusia untuk berbuat baik dan atau memelihara
lingkungannya.
2. Penanaman Pohon dan Penghijauan
Salah satu
konsep pelestarian lingkungan dalam Islam adalah perhatian akan penghijauan
dengan cara menanam dan bertani. Nabi Muhammad saw menggolongkan orang-orang
yang menanam pohon sebagai shadaqah. Hal ini diungkapkan secara tegas dalam
dalam hadits Rasulullah saw, yang berbunyi :
…
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ e مَا مِنْ مُسْلِمٍ
يَغْرِسُ غَرْسًا أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ
بَهِيمَةٌ إِلَّا كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ
Artinya :
“…. Rasulullah saw
bersabda : tidaklah seorang muslim menanam tanaman, kemudian tanaman itu
dimakan oleh burung, manusia, ataupun hewan, kecuali baginya dengan tanaman itu
adalah sadaqah”. (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Anas).
Pada QS. al-An’am (6): 99, Allah berfirman ;
وَهُوَ الَّذِي أَنْزَلَ
مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجْنَا بِهِ نَبَاتَ كُلِّ شَيْءٍ فَأَخْرَجْنَا مِنْهُ
خَضِرًا نُخْرِجُ مِنْهُ حَبًّا مُتَرَاكِبًا وَمِنَ النَّخْلِ مِنْ طَلْعِهَا قِنْوَانٌ
دَانِيَةٌ وَجَنَّاتٍ مِنْ أَعْنَابٍ وَالزَّيْتُونَ وَالرُّمَّانَ مُشْتَبِهًا وَغَيْرَ
مُتَشَابِهٍ انْظُرُوا إِلَى ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ وَيَنْعِهِ إِنَّ فِي ذَلِكُمْ
لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ(99)
Terjemahnya :
Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu
kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan, maka Kami keluarkan
dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau, Kami keluarkan dari tanaman
yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang kurma mengurai
tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula)
zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya di
waktu pohonnya berbuah, dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya
pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang
beriman.
Ada dua pertimbangan mendasar dari upaya penghijauan ini, yaitu :
(a) pertimbangan manfaat, sebagaimana disebutkan dalam QS. Abasa (80): 24-32,
sebagai berikut :
فَلْيَنْظُرِ الْإِنْسَانُ
إِلَى طَعَامِهِ(24)أَنَّا صَبَبْنَا الْمَاءَ صَبًّا(25)ثُمَّ شَقَقْنَا الْأَرْضَ
شَقًّا (26) فَأَنْبَتْنَا
فِيهَا حَبًّا(27)وَعِنَبًا وَقَضْبًا(28)وَزَيْتُونًا وَنَخْلًا(29)وَحَدَائِقَ غُلْبًا (30)وَفَاكِهَةً وَأَبًّا(31)مَتَاعًا لَكُمْ
وَلِأَنْعَامِكُمْ(32)
Terjemahnya :
maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya.
Sesungguh-nya Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit), kemudian
Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya, lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi
itu, anggur dan sayur-sayuran, Zaitun dan pohon kurma, kebun-kebun (yang)
lebat, dan buah-buahan serta rumput-rumputan, untuk kesenanganmu dan untuk
binatang-binatang ternakmu.
b) pertimbangan keindahan, sebagaimana disebutkan dalam QS. al-Naml (27):
60, sebagai berikut :
أَمَّنْ خَلَقَ السَّمَوَاتِ
وَالْأَرْضَ وَأَنْزَلَ لَكُمْ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَنْبَتْنَا بِهِ حَدَائِقَ
ذَاتَ بَهْجَةٍ مَا كَانَ لَكُمْ أَنْ تُنْبِتُوا شَجَرَهَا أَئِلَهٌ مَعَ اللَّهِ
بَلْ هُمْ قَوْمٌ يَعْدِلُونَ(60)
Terjemahnya :
Atau siapakah yang telah menciptakan langit dan bumi dan
yang menurunkan air untukmu dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu
kebun-kebun yang berpemandangan indah, yang kamu sekali-kali tidak mampu
menumbuhkan pohon-pohonnya? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)?
Bahkan (sebenarnya) mereka adalah orang-orang yang menyimpang (dari kebenaran).
Maka lihatlah
pada ungkapan ini “kebun-kebun yang sangat indah” yang berarti menyejukkan
jiwa, mata dan hati ketika memandangnya. Setelah Allah swt, memaparkan
nikmat-nikmat-Nya, baik berupa tanaman, kurma, zaitun, buah delima dan
semacamnya, Dia melanjutkan firman-Nya أنظروا إلى ثمره إذ
أثمر وينعه“lihatlah/perhatikanlah
buahnya di waktu pohonnya berbuah, dan (perhatikan pula) kematangannya” (QS. 6 : 99).
Imam al-Qurtubi,
mengatakan di dalam tafsirnya ; “Bertani bagian dari fardhu kifayah, maka
pemerintah harus menganjurkan manusia untuk melakukannya, salah satu bentuk
usaha itu adalah dengan menanam pohon.”
3. Menghidupkan Lahan Mati
Lahan mati
berarti tanah yang tidak bertuan, tidak berair, tidak di isi bangunan dan tidak
dimanfaatkan. Allah swt, telah menjelaskan dalam QS. Yasin (36):
وَءَايَةٌ لَهُمُ الْأَرْضُ الْمَيْتَةُ أَحْيَيْنَاهَا وَأَخْرَجْنَا مِنْهَا
حَبًّا فَمِنْهُ يَأْكُلُونَ
Terjemahnya :
Dan suatu tanah (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka
adalah bumi yang mati, Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan daripadanya
biji-bijian, maka dari padanya mereka makan”.
Di ayat lain,
tepatnya QS. al-Haj (22): 5-6 Allah swt, berfirman :
…
وَتَرَى الْأَرْضَ هَامِدَةً فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ
وَأَنْبَتَتْ مِنْ كُلِّ زَوْجٍ بَهِيج ٍ(5) ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ
وَأَنَّهُ يُحْيِي الْمَوْتَى وَأَنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ(6)
Terjemahnya :
… Dan kamu lihat
bumi ini kering, kemudian apabila Kami telah menurunkan air diatasnya, hiduplah
bumi itu dan suburlah dan menumbu-hkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang
indah. Yang demikian itu, karena sesungguhnya Allah, Dia lah yang hak dan
sesungguhnya Dia lah yang menghidupkan segala yang mati dan sesungguhnya Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Kematian sebuah
tanah akan terjadi kalau tanah itu ditinggalkan dan tidak ditanami, tidak ada
bangunan serta peradaban, kecuali kalau kemudian tumbuh didalamnya pepohonan.
Tanah dikategorikan hidup apabila di dalamnya terdapat air dan pemukiman
sebagai tempat tinggal.
Menghidupkan lahan
mati adalah ungkapan dalam khazanah keilmuan yang diambil dari pernyataan Nabi
saw, dalam bagian matanhadis, yakni مَنْ أَحْيَا أَرْضًا مَيِّتَةً فَهِيَ لَهُ (Barang siapa yang menghidupkan tanah
(lahan) mati maka ia menjadi miliknya).
Dalam hadis ini
Nabi saw, menegaskan bahwa status kepemilikan bagi tanah yang kosong adalah
bagi mereka yang menghidupkannya, sebagai motivasi dan anjuran bagi mereka yang
menghidupkannya. Menghidupkan lahan mati, usaha ini dikategorikan sebagai suatu
keutamaan yang dianjurkan Islam, serta dijanjikan bagi yang mengupayakannya
pahala yang amat besar, karena usaha ini adalah dikategorikan sebagai usaha
pengembangan pertanian dan menambah sumber-sumber produksi. Sedangkan bagi siapa saja yang berusaha untuk merusak usaha seperti ini
dengan cara menebang pohon akan dicelupkan kepalanya ke dalam neraka. Hal ini
sesuai dengan sabda Rasulullah saw sebagaimana dalam bagian matan hadis, yakni
; مَنْ قَطَعَ سِدْرَةً صَوَّبَ اللَّهُ رَأْسَهُ
فِي النَّارِ (Barang siapa yang menebang pepohonan, maka Allah akan mencelupkannya ke
dalam neraka).
Maksud hadis di
atas, dijelaskan kemudian oleh Abu Daud setelah meriwayatkan hadis tersebut,
yaitu kepada orang yang memotong pepohonan secara sia-sia sepanjang jalan,
tempat para musafir dan hewan berteduh. Ancaman keras tersebut secara eksplisit
merupakan ikhtiar untuk menjaga kelestarian pohon, karena keberadaan pepohonan
tersebut banyak memberi manfaat bagi lingkungan sekitar. Kecuali, jika
penebangan itu dilakukan dengan pertimbangan cermat atau menanam pepohonan baru
dan menyiram-nya agar bisa menggantikan fungsi pohon yang ditebang itu.
4. Udara
Salah satu
kebutuhan pokok manusia adalah udara, dalam hal ini udara yang mengandung
oksigen yang diperlukan manusia untuk pernafasan. Tanpa oksigen, manusia tidak
dapat hidup.
Tuhan beberapa
kali menyebut angin (udara) dan fungsinya dalam proses daur air dan hujan.
Firman Allah swt dalam QS. al-Baqarah (2): 164
إِنَّ فِي خَلْقِ
السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي
تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ
مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ
وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَآيَاتٍ
لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ(164)
Terjemahnya :
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih
bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang
berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu
dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) -nya dan Dia sebarkan di
bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan
antara langit dan bumi; Sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran
Allah) bagi kaum yang memikirkan.
Pada ayat lain,
yakni QS. al-Rum (30): 48 Allah juga berfirman :
اللَّهُ الَّذِي يُرْسِلُ
الرِّيَاحَ فَتُثِيرُ سَحَابًا فَيَبْسُطُهُ فِي السَّمَاءِ كَيْفَ يَشَاءُ وَيَجْعَلُهُ
كِسَفًا فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلَالِهِ فَإِذَا أَصَابَ بِهِ مَنْ يَشَاءُ
مِنْ عِبَادِهِ إِذَا هُمْ يَسْتَبْشِرُونَ(48)
Terjemahnya :
Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu
menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang
dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan ke
luar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya
yang dikehendaki-Nya tiba-tiba mereka menjadi gembira.
Udara merupakan
pembauran gas yang mengisi ruang bumi, dan uap air yang meliputinya dari segala
penjuru. Udara adalah salah satu dari empat unsur yang seluruh alam bergantung
kepadanya. Empat unsur tersebut ialah tanah, air, udara dan api. Dalam
perkembangan ilmu pengetahuan modern telah membuktikan bahwa keempat unsur ini
bukanlah zat yang sederhana, akan tetapi merupakan persenyawaan dari berbagai
macam unsur.
Air misalnya,
terdiri dari unsur oksigen dan hidrogen. Demikian juga tanah yang terbentuk
dari belasan unsur berbeda. Adapun udara, ia terbentuk dari sekian ratus unsur,
dengan dua unsur yang paling dominan, yaitu nitrogen yang mencapai sekitar 78,084 persen dan oksigen sebanyak 20,946 persen.
Satu persen sisanya adalah unsur-unsur lain.
Termasuk hikmah
kekuasaan Tuhan dalam penciptaan alam ini, bahwa Dia menciptakan udara dengan
nitrogen dan sifatnya yang pasif sebagai kandungan mayoritasnya, yaitu 78
persen dari udara. Kalau saja kandungan udara akan gas nitrogen kurang dari
itu, niscaya akan berjatuhan bunga-bunga api dari angkasa luar karena mudahnya
menembus lapisan bumi (hal itu yang kerap kali terjadi) dan terbakarlah segala
sesuatu yang ada pada permukaan bumi.
Fungsi lain dari
udara/angin adalah dalam proses penyerbukan/ mengawinkan tumbuh-tumbuhan. Allah
swt, berfirman dalam QS. al-Hijr (15): 22 sebagai berikut :
وَأَرْسَلْنَا الرِّيَاحَ لَوَاقِحَ فَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَسْقَيْنَاكُمُوهُ
وَمَا أَنْتُمْ لَهُ بِخَازِنِينَ(22)
Terjemahnya :
Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan
(tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu kami beri minum
kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpan-nya.
Dengan Di antara
sekian banyak manfaat angin adalah kemampuannya dalam menggerakkan kapal-kapal
untuk terus berlayar dengan izin Allah. Angin berfungsi juga untuk mengalirkan
air dari satu tempat ke tempat lain, dan yang menyebabkan terbaginya
hewan-hewan air ke berbagai permukaan air. Dalam kehidupan tumbuh-tumbuhan,
anginlah yang membawa benih-benih yang menyebabkan kesuburan dan penyerbukan
serta penyebaran tumbuh-tumbuhan ke berbagai belahan bumi.
Namun angin juga bisa menjadi bencana bagi makhluk hidup ketika ia
menjadi badai misalnya, Allah telah menghancurkan kaum ‘Ad dengan angin badai
karena kekafiran dan kesombongan mereka di atas muka bumi ini, lalu mereka
berkata, “Siapakah diantara kita yang lebih kuat ?”. Allah swt, berfirman dalam
QS. al-Dzariyat (51):
وَفِي عَادٍ إِذْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِمُ الرِّيحَ الْعَقِيمَ
مَا تَذَرُ مِنْ شَيْءٍ أَتَتْ عَلَيْهِ إِلَّا جَعَلَتْهُ كَالرَّمِيم)
Terjemahnya :
Dan juga pada (kisah) ‘Ad ketika Kami kirimkan kepada
mereka angin yang membinasakan. Angin itu tidak membiarkan satu pun yang
dilandanya melainkan dijadikannya seperti serbuk.
Sebagai manusia
terkadang muncul ketika datang angin topan yang sangat kencang dengan membawa
debu dan hawa panas, yang akan membuat sebagian manusia sakit, mereka lupa
bahwa itu semua terjadi atas kehendak Allah dan berjalan sesuai dengan hukum
alam Nya yang tidak dapat dirubah. Sebab itulah Nabi saw, melarang pencelaan
terhadap angin, beliau bersabda :
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ e لَا تَسُبُّوا الرِّيحَ
فَإِنَّهَا تَجِيءُ بِالرَّحْمَةِ وَالْعَذَابِ وَلَكِنْ سَلُوا
اللَّهَ > مِنْ خَيْرِهَا وَتَعَوَّذُوا مِنْ شَرِّهَا
Artinya :
Rasulullah saw bersabda : Janganlah kalian
mencela angin, karena sesungguhnya ia berasal dari ruh Allah Ta’ala yang datang
membawa rahmat dan azab, akan tetapi mohonlah kepada Allah dari kebaikan angin
tersebut dan berlindunglah kepada Allah dari kejahatannya. (HR. Ahmad dari Abu
Hurairah)
Sungguh, nikmat
udara merupakan suatu nikmat yang sangat besar. Dengan demikian, manusia
dituntut untuk memanfaatkannya sesuai dengan karunia yang
telah dianugerahkan Allah kepada mereka, dengan melestarikannya bukan dengan
mencemarinya dan merusaknya, yang akan membawa mudharat bagi dirinya dan
makhluk ciptaan Allah Swt, lainnya.
5. Air
Sumber kekayaan
lain yang sangat penting untuk dijaga adalah air, sumber kehidupan bagi
manusia, tumbuh-tumbuhan dan hewan. Allah Swt, berfirman dalam QS. al-Anbiya’
(21) , yakni “وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ” (Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu
hidup).
Pada hakekatnya,
air adalah kekayaan yang mahal dan berharga. Akan tetapi karena Allah
menyediakannya di laut, sungai bahkan hujan secara gratis, manusia seringkali
tidak menghargai air sebagaimana mestinya.
Namun satu hal
penting yang layak direnungkan, bahwa air bukanlah komoditas yang bisa tumbuh
dan berkembang. Ia tidak sama, misalnya dengan kekayaan nabati atau hewani,
sebab itulah Allah swt, mengisyaratkan dalam QS. al-Mu’minun (23):
وَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً بِقَدَرٍ فَأَسْكَنَّاهُ فِي الْأَرْضِ
وَإِنَّا عَلَى ذَهَابٍ بِهِ لَقَادِرُونَ
Terjemahnya :
Dan Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran;
lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar
berkuasa menghilangkannya.
Jika makhluk
hidup terutama manusia tidak bisa hidup tanpa air, sementara kuantitas air
terbatas, maka manusia wajib menjaga dan melestarikan kekayaan yang amat
berharga ini. Jangan sekali-kali melakukan tindakan-tindakan kontra produktif,
yaitu dengan cara mencemarinya, merusak sumbernya dan lain-lain. Termasuk pula
dengan tidak menggunakan air secara berlebih-lebihan (israf), menurut ukuran-ukuran yang wajar.
a. Larangan mencemari air
Bentuk-bentuk
pencemaran air yang dimaksud oleh ajaran Islam di sini seperti kencing, buang
air besar dan sebab-sebab lainnya yang dapat mengotori sumber air. Rasululullah
saw bersabda :
…
اتَّقُوا الْمَلَاعِنَ الثَّلَاثَةَ الْبَرَازَ فِي الْمَوَارِدِ وَقَارِعَةِ الطَّرِيقِ
وَالظِّلِّ [51]
Artinya :
Jauhilah tiga macam perbuatan yang dilaknat ; buang air
besar di sumber air, ditengah jalan, dan di bawah pohon yang teduh. (HR. Abu
Daud)
Rasulullah saw,
juga bersabda : لَا يَبُولَنَّ أَحَدُكُمْ
فِي الْمَاءِ الدَّائِمِ الَّذِي لَا يَجْرِي ثُمَّ يَغْتَسِلُ فِيهِ (Janganlah salah seorang dari kalian
kencing di air yang diam yang tidak mengalir, kemudian mandi disana. HR. Al-Bukhari)
Pencemaran air
di zaman modern ini tidak hanya terbatas pada kencing, buang air besar, atau
pun hajat manusia yang lain. Bahkan banyak ancaman pencemaran lain yang jauh
lebih berbahaya dan berpengaruh dari semua itu, yakni pencemaran limbah
industri, zat kimia, zat beracun yang mematikan, serta minyak yang mengenangi
samudra.
b. Penggunaan air secara berlebihan.
Ada bahaya lain yang berkaitan dengan sumber kekayaan air, yaitu penggunaan
air secara berlebihan. Air dianggap sebagai sesuatu yang murah dan tidak
berharga. Karena hanya manusia-manusia yang berfikir yang mengetahui betapa
berharga kegunaan dan nilai air. Hal ini sejalan
dengan QS. al-An’am (6), yakni وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ (Dan janganlah kalian israf (berlebih-lebihan). Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlaku israf).
Ayat di atas,
didukung juga oleh salah satu hadis, yakni
…
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِسَعْدٍ وَهُوَ يَتَوَضَّأُ
فَقَالَ مَا هَذَا السَّرَفُ يَا سَعْدُ قَالَ أَفِي الْوُضُوءِ سَرَفٌ قَالَ نَعَمْ
وَإِنْ كُنْتَ عَلَى نَهْرٍ جَارٍ
Artinya :
… Nabi saw, pernah
bepergian bersama Sa’ad bin Abi Waqqas. Ketika Sa’ad berwudhu, Nabi berkata :
“Jangan menggunakan air berlebihan”. Sa’ad bertanya : “Apakah menggunakan air
juga bisa berlebihan ?”. Nabi menjawab: “Ya, sekalipun kamu melakukannya di
sungai yang mengalir”.
6. Menghindari Kerusakan dan Menjaga Keseimbangan Alam.
Salah satu
tuntunan terpenting Islam dalam hubungannya dengan lingkungan, ialah bagaimana
menjaga keseimbangan alam/ lingkungan dan habitat yang ada tanpa merusaknya.
Karena tidak diragukan lagi bahwa Allah menciptakan segala sesuatu di alam ini
dengan perhitungan tertentu. Seperti dalam firman Nya dalam QS.
al-Mulk (67):
الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ
سَمَوَاتٍ طِبَاقًا مَا تَرَى فِي خَلْقِ الرَّحْمَنِ مِنْ تَفَاوُتٍ فَارْجِعِ الْبَصَرَ
هَلْ تَرَى مِنْ فُطُورٍ
Terjemahnya :
Allah yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu
sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang
tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang. Adakah kamu lihat
sesuatu yang tidak seimbang,
Inilah prinsip
yang senantiasa diharapkan dari manusia, yakni sikap adil dan moderat dalam
konteks keseimbangan lingkungan, tidak hiperbolis atau pun meremehkan, sebab
ketika manusia sudah bersikap hiperbolis atau meremehkan, ia cenderung
menyimpang, lalai serta merusak. Hiperbolis di sini maksudnya adalah
berlebih-lebihan dan melewati batas kewajaran. Sementara meremehkan maksudnya
ialah lalai serta mengecilkan makna yang ada. Keduanya
merupakan sikap yang tercela, sedangkan sikap adil dan moderat adalah sikap
terpuji.
Sikap adil,
moderat, ditengah-tengah dan seimbang seperti inilah yang diharapkan dari
manusia dalam menyikapi setiap persoalan. Baik itu berbentuk materi maupun
inmateri, persoalan-persoalan lingkungan dan persoalan umat manusia, serta
persoalan hidup seluruhnya.
Keseimbangan
yang diciptakan Allah swt, dalam suatu lingkungan hidup akan terus berlangsung
dan baru akan terganggu jika terjadi suatu keadaan luar biasa, seperti gempa
tektonik, gempa yang disebabkan terjadinya pergeseran kerak bumi.
Tetapi menurut al-Qur’an, kebanyakan bencana di planet bumi disebabkan
oleh ulah perbuatan manusia yang tidak bertanggung jawab. Firman Allah swt yang
menandaskan hal tersebut adalah QS. al-Rum (30):, sebagai berikut :
ظَهَرَ الْفَسَادُ
فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي
عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Terjemahnya
Telah nampak
kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia
supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka,
agar mereka kembali (kejalan yang benar)”.
Selanjutnya
Allah awt, berfirman di dalam QS. Ali Imran (3):
ذَلِكَ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيكُمْ وَأَنَّ اللَّهَ لَيْسَ بِظَلَّامٍ لِلْعَبِيدِ
Terjemahnya :
(Adzab) yang
demikian itu adalah disebabkan perbuatan tanganmu sendiri, dan bahwasanya Allah
sekali-kali tidak menganiaya hamba Nya.
Di abad ini,
campur tangan umat manusia terhadap lingkungan cenderung meningkat dan terlihat
semakin meningkat lagi terutama pada beberapa dasawarsa terakhir.
Tindakan-tindakan mereka tersebut merusak keseimbangan lingkungan serta
keseimbangan interaksi antar elemen-elemennya. Terkadang karena
terlalu berlebihan, dan terkadang pula karena terlalu meremehkan. Semua itu
menyebabkan penggundulan hutan di berbagai tempat, pendangkalan laut, gangguan
terhadap habitat secara global, meningkatnya suhu udara, serta menipisnya
lapisan ozon yang sangat mencemaskan umat manusia dalam waktu dekat.
Demikianlah,
kecemasan yang melanda orang-orang yang beriman adalah kenyataan bahwa
kezhaliman umat manusia dan tindakan mereka yang merusak pada suatu saat kelak
akan berakibat pada hancurnya bumi beserta isinya.